Acuan
Sumber sastra mengenai upacara potong gigi adalah
lontar Kala Pati,kala tattwa,Semaradhana,dan sang Hyang Yama.dalam lontar kala
Pati disebutkan bahwa potong gigi sebagai tanda perubahan status seseorang
menjadi manusia sejati yaitu manusia yang berbudi dan suci sehingga kelak di
kemudian hari bila meniggal dunia sang roh dapat bertemu dengan para leluhur di
sorga Loka.Lontar Kala tattwa menyebutkan bahwa Bathara Kala sebagai putra Dewa
Siwa dengan Dewi Uma tidak bisa bertemu dengan ayahnya di sorga sebelum
taringnya dipotong.Oleh karena itu, manusia hendaknya menuruti jejak Bathara
kala agar rohnya dapat bertemu dengan roh leluhur di sorga.dalam lontar
Semaradhana disebutkan bahwa Bethara Gana sebagai putra Dewa Siwa yang lain
dapat mengalahkan raksasa NIlarudraka yang menyerang sorgaloka dengan
menggunakan potongan taringnya.
Selain itu disebutkan bahwa Bethara Gana lahir dari
Dewi Uma setelah Dewa Siwa dibangunkan Dari tapa semadhinya oleh Dewa Semara
(Asmara) namun kemudian Dewa Siwa menghukum Dewa Semara bersama istrinya, Dewi
Ratih,dengan membakarnya sampai menjadi abu.kemudian menyebarkan abu tersebut
ke dunia dan mengutuk manusia agar tidak bisa hidup tanpa brepasangan
(laki-perempuan) dalam suami istri.Dalam lontar Sang Hyang yama disebutkan
bahwa upacara potong gigi boleh dilaksanakan bila naka sudah menginjak dewasa,
ditandai dengan menstruasi untuk wanita dan suara yang membesar untuk
pria.Biasanya hal ini muncul di kala usia 14 tahun.
Tujuan Upacara Potong Gigi
Tujuan upacara potong gigi dapat disimak lebih lanjut dari lontarkalapati dimana disebutkan bahwa gigi yang digosok atau diratakan dari gerigi adalah enam buah yaitu dua taringdan empat gigi seri di atas.Pemotongan enam gigi itu melambangkan symbol pengendalian terhadap sad Ripu (enam musuh dalam diri manusia).Meliputi kama (hawa nafsu),Loba (rakus),Krodha (marah),mada (mabuk),moha (bingung),dan Matsarya (iri hati).Sad Ripu yang tidak terkendalikan ini akan membahayakan kehidupan manusia,maka kewajiban setiap orang tua untuk menasehati anak-anaknya serta memohon kepada Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari pengaruh sad ripu.Makna yang tersirat dari mitologi Kala Pati,kala Tattwa,dan Semaradhana ini adalah mengupayakan kehidupan manusia yang selalu waspada agar tidak tersesat dari ajaran agama (dharma) sehingga di kemudian hari rohnya dapat yang suci dapat mencapai surge loka bersama roh suci para leluhur, bersatu dengan Brahman (Hyang Widhi).Dalam pergaulan muda-mudi pun diatur agar tidak melewati batas kesusilaan seperti yang tersirat dari lontar Semaradhana.
Upacara potong gigi biasanya disatukan dengan upacara
Ngeraja Sewala atau disebutkan pula sebagai upacara “menek kelih”, yaitu
upacara syukuran karena si anak sudah menginjak dewasa,meninggalkan masa
anak-anak menuju ke masa dewasa.
Urutan Upacara :
1.Setelah sulinggih ngarga tirta,mereresik dan mapiuning di Sangah Surya,maka mereka yang akan mepandes dilukat dengan padudusan madya,setelah itu mereka memuja Hyang raitya untuk memohon keselamatan dalam melaksanakan upacara.
2. Potong rambut dan merajah dilaksanakan dengan tujuan mensucikan diri serta menandai adanya peningkatan status sebagai manusia yaitu meningalkan masa anak-anak ke masa remaja.
3. Naik ke bale tempat mepandes dengan terlebih dahulu menginjak caru sebagai lambing keharmonisan,mengetukkan linggis tiga kali (Ang,Ung,Mang) sebagai symbol mohon kekuatan kepada Hyang Widhi dan ketiak kiri menjepit caket sebagai symbol kebulatan tekad untuk mewaspadai sad ripu.
4. Selama mepandes,air kumur dibuang di sebuah nyuh gading afar tidak menimbulkan keletehan.
5. Dilanjutkan dengan mebiakala sebagai sarana penyucian serta menghilangkan mala untuk menyongsong kehidupan masa remaja.
6. Mapedamel berasal dari kata “dama” yang artinya bijaksana.Tujuan mapedamel setelah potong gigi adalah agar si anak dalam kehidupan masa remaja dan seterusnya menjadi orang yang bijaksana,yaitu tahap menghadapi suka duka kehidupan,selalu berpegang pada ajaran agama Hindu,mempunyai pandangan luas,dan dapat menentukan sikap yang baik, karena dapat memahami apa yang disebut dharma dan apa yang disebut adharma.Secara simbolis ketika mepadamel,dilakukan sebagai berikut :
• Mengenakan kain putih,kampuh kuning,dan selempang samara ratih sebagai symbol restu dari Dewa Semara dan Dewi Ratih (berdasarkan lontar Semaradhana tersebut).
• Memakai benang pawitra berwarna tridatu (merah,putih,hitam) sebagai symbol pengikatan diri terhadap norma-norma agama.
• Mencicipi Sad rasa yaitu enam rasa berupa rasa pahit dan asam sebagai simbol agar tabah menghadapi peristiwa jehidupan yang kadang-kadang tidak menyenangkan,rasa pedas sebagai simbol agar tidak menjadi marah bila mengalamai atau mendengar hal yang menjengkelkan,rasa sepat sebagai symbol agar taat ada peraturan atau norma-norma yang berlaku,rasa asin sebagai simbol kebijaksanaan,selalu meningkatkan kualitas pengetahuan karena pembelajaran diri,dan rasa manis sebagai symbol kehidupan yang bahagia lahir bathin sesuai cita-cita akan diperoleh bilamana mampu menhadapi pahit getirnya kehidupan,berpandangan luas,disiplin,serta enantiasa waspada dengan adanya sad ripu dalam diri manusia.
7. Natab banten,tujuannya memohon anugerah Hyang Widhi agar apa yang menjadi tujuan melaksanakan upacara dapat tercapai.
8. Metapak,mengandung makna tanda bahwa kewajiban orang tua terhadap anaknya dimulai sejak berada dalam kandungan ibu sampai menajdi dewasa secara spiritual sudah selesai,makna lainnya adalah ucapan terima kasih si anak kepada orang tuanya karena telah memelihara dengan baik,serta memohon maaf atas kesalahan-kesalahan anak terhadap orang tua,juga mohon doa restu agar selamat dalam menempuh kehidupan di masa datang.
1.Setelah sulinggih ngarga tirta,mereresik dan mapiuning di Sangah Surya,maka mereka yang akan mepandes dilukat dengan padudusan madya,setelah itu mereka memuja Hyang raitya untuk memohon keselamatan dalam melaksanakan upacara.
2. Potong rambut dan merajah dilaksanakan dengan tujuan mensucikan diri serta menandai adanya peningkatan status sebagai manusia yaitu meningalkan masa anak-anak ke masa remaja.
3. Naik ke bale tempat mepandes dengan terlebih dahulu menginjak caru sebagai lambing keharmonisan,mengetukkan linggis tiga kali (Ang,Ung,Mang) sebagai symbol mohon kekuatan kepada Hyang Widhi dan ketiak kiri menjepit caket sebagai symbol kebulatan tekad untuk mewaspadai sad ripu.
4. Selama mepandes,air kumur dibuang di sebuah nyuh gading afar tidak menimbulkan keletehan.
5. Dilanjutkan dengan mebiakala sebagai sarana penyucian serta menghilangkan mala untuk menyongsong kehidupan masa remaja.
6. Mapedamel berasal dari kata “dama” yang artinya bijaksana.Tujuan mapedamel setelah potong gigi adalah agar si anak dalam kehidupan masa remaja dan seterusnya menjadi orang yang bijaksana,yaitu tahap menghadapi suka duka kehidupan,selalu berpegang pada ajaran agama Hindu,mempunyai pandangan luas,dan dapat menentukan sikap yang baik, karena dapat memahami apa yang disebut dharma dan apa yang disebut adharma.Secara simbolis ketika mepadamel,dilakukan sebagai berikut :
• Mengenakan kain putih,kampuh kuning,dan selempang samara ratih sebagai symbol restu dari Dewa Semara dan Dewi Ratih (berdasarkan lontar Semaradhana tersebut).
• Memakai benang pawitra berwarna tridatu (merah,putih,hitam) sebagai symbol pengikatan diri terhadap norma-norma agama.
• Mencicipi Sad rasa yaitu enam rasa berupa rasa pahit dan asam sebagai simbol agar tabah menghadapi peristiwa jehidupan yang kadang-kadang tidak menyenangkan,rasa pedas sebagai simbol agar tidak menjadi marah bila mengalamai atau mendengar hal yang menjengkelkan,rasa sepat sebagai symbol agar taat ada peraturan atau norma-norma yang berlaku,rasa asin sebagai simbol kebijaksanaan,selalu meningkatkan kualitas pengetahuan karena pembelajaran diri,dan rasa manis sebagai symbol kehidupan yang bahagia lahir bathin sesuai cita-cita akan diperoleh bilamana mampu menhadapi pahit getirnya kehidupan,berpandangan luas,disiplin,serta enantiasa waspada dengan adanya sad ripu dalam diri manusia.
7. Natab banten,tujuannya memohon anugerah Hyang Widhi agar apa yang menjadi tujuan melaksanakan upacara dapat tercapai.
8. Metapak,mengandung makna tanda bahwa kewajiban orang tua terhadap anaknya dimulai sejak berada dalam kandungan ibu sampai menajdi dewasa secara spiritual sudah selesai,makna lainnya adalah ucapan terima kasih si anak kepada orang tuanya karena telah memelihara dengan baik,serta memohon maaf atas kesalahan-kesalahan anak terhadap orang tua,juga mohon doa restu agar selamat dalam menempuh kehidupan di masa datang.
Demikianlah sekilas makna dari upacara potog gigi atau
mepandes.Istilah lainnya yang digunakan untuk Upacara ini di Bali adalah
mesangih.
Potong Gigi Umat Hindu Bali, Simbol Hilangnya Sifat Buruk Manusia
Mepandes berarti upacara keagamaan umat Hindu
Bali berupa pelaksanaan potong gigi. Biasa dilakukan kepada anak yang mulai
beranjak dewasa. Sebaiknya dilakukan sebelum anak itu kawin. Tetapi dalam
keadaan tertentu, upacara ini bisa dilaksanakan setelah berumah tangga.
Tujuannya untuk mengurangi pengaruh Sad Ripu (sifat buruk) yang ada pada diri
si anak.
Acara yang dihadiri oleh sebagian besar umat Hindu Bali Kota Bogor dilaksanakan di Pura Giri Kusuma jalan Pandu Raya, Kecamatan Bogor Utara, Jumat (1/7).
Hari itu suasana nampak begitu khidmat. Kebanyakan peserta upacara mengenakan pakaian khas Bali. Dominasi warna keemasan digunakan oleh para wanita, sedang kaum laki laki menggunakan pakaian berwarna putih lengkap dengan ikatan kain di pinggang serta kepala.
Prosesi upacara potong gigi ini dilakukan sebagai tanda penyucian diri. Sekaligus menjadi momen menunjukkan kedewasaan, serta sebagai tanda perubahan status seseorang menjadi manusia sejati. Yakni, manusia yang berbudi dan suci sehingga kelak di kemudian hari bila meniggal dunia sang roh dapat bertemu dengan para leluhur di sorga Loka.
Hindu Bali mengajarkan hal keagamaan tentang tahapan penyucian diri sejak seseorang masih dalam kandungan. Sedangkan upacara potong gigi menjadi bagian tahap proses penyucian seorang anak yang sudah menginjak usia remaja.
Prosesi upacara dimulai dengan matur piuning. Yaitu memohon ijin kepada sang Maha Kuasa untuk menggelar potong gigi agar diberi keselamatan. Setelah itu, diteruskan dengan pekalakalan untuk menetralisir segala macam kotoran dalam diri.
Dilanjutkan dengan prosesi sungkem kepada kedua orangtua. Hal ini menjadi bagian sangat penting dari urutan upacara tersebut. Selagi sungkem, peserta upacara mendapatkan nasihat dari orangtua untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Puncaknya, baru pelaksanaan prosesi potong gigi atau lebih dikenal dengan istilah mesangih gigi dimulai. Ada enam gigi bagian atas yang diasah, yaitu dua taring dan empat gigi seri bagian atas. Enam gigi menganalogikan para peserta upacara harus bisa mengendalikan enam musuh dalam diri nya atau Sad Ripu yang dikenal dalam bahasa Bali. Antara lain, Kama (hawa nafsu), Loba (rakus), Krodha (marah), Mada (mabuk), Moha (bingung), dan Matsarya (iri hati).
Di sela-sela upacara potong gigi, Wakil Ketua Banjar Hindu Dharma Bogor, I Wayan Gelgel Sartana, kepada Amunisi mengatakan, upacara yang biasanya digelar secara intern keluarga ini, baru pertama kali di gelar di Bogor. Biasanya tradisi ini dilakukan di Bali.
“Ini kali pertama kita mengadakan upacara potong gigi secara kolektif. Ada 43 remaja putra dan putri yang mengikuti,” terangnya.
I Wayan menjelaskan, Sad Ripu yang tidak terkendalikan ini akan membahayakan kehidupan manusia. Maka kewajiban setiap orang tua untuk menasehati anak-anaknya serta memohon kepada Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari pengaruh Sad Ripu.
Upacara potong gigi biasanya disatukan dengan upacara Ngeraja Sewala atau disebutkan pula sebagai upacara “menek kelih”, yaitu upacara syukuran karena si anak akan meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju ke masa dewasa.
Acara yang dihadiri oleh sebagian besar umat Hindu Bali Kota Bogor dilaksanakan di Pura Giri Kusuma jalan Pandu Raya, Kecamatan Bogor Utara, Jumat (1/7).
Hari itu suasana nampak begitu khidmat. Kebanyakan peserta upacara mengenakan pakaian khas Bali. Dominasi warna keemasan digunakan oleh para wanita, sedang kaum laki laki menggunakan pakaian berwarna putih lengkap dengan ikatan kain di pinggang serta kepala.
Prosesi upacara potong gigi ini dilakukan sebagai tanda penyucian diri. Sekaligus menjadi momen menunjukkan kedewasaan, serta sebagai tanda perubahan status seseorang menjadi manusia sejati. Yakni, manusia yang berbudi dan suci sehingga kelak di kemudian hari bila meniggal dunia sang roh dapat bertemu dengan para leluhur di sorga Loka.
Hindu Bali mengajarkan hal keagamaan tentang tahapan penyucian diri sejak seseorang masih dalam kandungan. Sedangkan upacara potong gigi menjadi bagian tahap proses penyucian seorang anak yang sudah menginjak usia remaja.
Prosesi upacara dimulai dengan matur piuning. Yaitu memohon ijin kepada sang Maha Kuasa untuk menggelar potong gigi agar diberi keselamatan. Setelah itu, diteruskan dengan pekalakalan untuk menetralisir segala macam kotoran dalam diri.
Dilanjutkan dengan prosesi sungkem kepada kedua orangtua. Hal ini menjadi bagian sangat penting dari urutan upacara tersebut. Selagi sungkem, peserta upacara mendapatkan nasihat dari orangtua untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Puncaknya, baru pelaksanaan prosesi potong gigi atau lebih dikenal dengan istilah mesangih gigi dimulai. Ada enam gigi bagian atas yang diasah, yaitu dua taring dan empat gigi seri bagian atas. Enam gigi menganalogikan para peserta upacara harus bisa mengendalikan enam musuh dalam diri nya atau Sad Ripu yang dikenal dalam bahasa Bali. Antara lain, Kama (hawa nafsu), Loba (rakus), Krodha (marah), Mada (mabuk), Moha (bingung), dan Matsarya (iri hati).
Di sela-sela upacara potong gigi, Wakil Ketua Banjar Hindu Dharma Bogor, I Wayan Gelgel Sartana, kepada Amunisi mengatakan, upacara yang biasanya digelar secara intern keluarga ini, baru pertama kali di gelar di Bogor. Biasanya tradisi ini dilakukan di Bali.
“Ini kali pertama kita mengadakan upacara potong gigi secara kolektif. Ada 43 remaja putra dan putri yang mengikuti,” terangnya.
I Wayan menjelaskan, Sad Ripu yang tidak terkendalikan ini akan membahayakan kehidupan manusia. Maka kewajiban setiap orang tua untuk menasehati anak-anaknya serta memohon kepada Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari pengaruh Sad Ripu.
Upacara potong gigi biasanya disatukan dengan upacara Ngeraja Sewala atau disebutkan pula sebagai upacara “menek kelih”, yaitu upacara syukuran karena si anak akan meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju ke masa dewasa.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !